Kondom mungkin bukan barang asing bagi Anda yang sudah dewasa. Alat kontrasepsi yang praktis untuk digunakan tersebut ternyata harus melalui proses pembuatan yang rumit dan berstandar tinggi.
Jika awal mulanya kondom dibuat dari usus binatang, selaput ikan atau bahan linen yang licin, kondom modern terbuat dari bahan lateks atau karet alami.
“90 persen terbuat dari lateks dan sisanya bahan kimia lain untuk mengencerkan lateks,” kata Tossaporn Nilkhambang, manager quality assurance Thai Nippon Rubber saat mengantar KOMPAS.com mengunjungi pabrik kondom di Thailand beberapa waktu lalu.
Sebelum diolah, lateks murni yang masih berbentuk cairan kental itu selama beberapa hari ditempatkan di dalam drum besar untuk diencerkan dengan amonia dan bahan kimia lain.
Kemudian setelah siap, “adonan” lateks ini dicetak menjadi bentuk kondom dalam alat yang berbentuk tabung pipih dalam proses yang disebut dipping (peniupan).
“Dalam proses dipping ini sudah ditentukan ukuran kondom yang akan dibuat dan bentuknya. Mesin untuk membuat kondom yang polos atau yang memiliki tekstur berbeda,” kata Nilk.
Setelah itu kondom-kondom tersebut harus dicuci untuk memisahkan residu dari bahan-bahan kimia. Selesai dari tempat ini kondom lalu dikeringkan menggunakan suhu tinggi agar kondom lebih kuat.
Baru setelah itu, kondom memasuki pengujian elektronik. “Ini adalah bagian paling penting untuk melihat apakah ada bagian yang sobek atau berlubang,” paparnya.
Setiap kondom harus melalui alat pengujian yang memiliki lampu ultraviolet ini. Kondom yang cacat secara otomatis akan dibuang oleh mesin. “Hampir tidak ada kondom yang bolong bisa lolos dari mesin ini,” imbuhnya.
Uji tiup
Selain itu, alat kontrasepsi berbentuk sarung ini juga harus diuji kelenturannya terhadap udara alias ditiup. “Diuji sampai seberapa kuat kondom ini meledak. Kekuatannya menampung udara bisa mencapai 35 liter,” paparnya.
Sebelum dikemas, kondom-kondom tersebut harus melalui satu mesin lagi untuk pemberian lubrikan. Lubrikan yang dibuat dari minyak silikon ini juga bisa ditambahkan aroma dan rasa, seperti aroma buah, mint, atau bunga-bungaan, sesuai pesanan pasar.
Pada umumnya kondom memiliki masa kadaluarsa hingga 5 tahun. “Sebenarnya kondom bisa tahan sampai 7-8 tahun, tapi menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), umur kondom tidak boleh lebih dari 5 tahun,” katanya.
Kondom yang kedaluwarsa sebaiknya tidak dipakai lagi karena pelumasnya sudah mengering dan berefek lapisan powder yang terdapat di kondom akan mengikis lateksnya.
Sementara itu kondom yang memiliki rasa dan umumnya diberi gula buatan akan kadaluarsa dalam dua tahun. “Gula yang ada dalam kondom itu bisa menimbulkan mikororganisme yang akan memakan lapisan powder. Selain itu aromanya bisa menjadi tak sedap lagi,” katanya.
Dengan kata lain, kondom kedaluwarsa ini akan mengurangi kenyamanan bercinta.
source